Budaya Organisasi, Tipe Kepemimpinan & Strategi Organisasi
Pengertian dan Fungsi
Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para
anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya.
Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung
tinggi oleh organisasi.
Budaya organisasi sebagai istilah deskriptif
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang organisasi mereka:
Apakah mendorong kerja tim?
Apakah menghargai inovasi?
Apakah menekan inisiatif?
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja, seperti bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.
Asal muasal budaya organisasi
Ingvar Kamprad, pendiri IKEA. Sumber dari budaya organisasi yang tumbuh di IKEA adalah pendirinya.
Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.
Karakteristik budaya organisasi
Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Nilai dominan dan subbudaya organisasi
Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang dibangun dari sini adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.
Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan dan banyak subbudaya. Sebuah budaya dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi. Ketika berbicara tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada budaya dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian tersendiri dalam organisasi. Subbudaya cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota. Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik.
Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak subbudaya, nilai budaya organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku semestinya dan perilaku yang tidak semestinya. Aspek makna bersama dari budaya inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk perilaku. Itulah yang memungkinkan seseorang untuk mengatakan, misalnya, bahwa budaya Microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan karyawan Microsoft. Tetapi, kenyataan yang tidak dapat diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki berbagai subbudaya yang bisa memengaruhi perilaku anggotanya.
Pengaruh budaya
Fungsi-fungsi budaya
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi.
- Batas
Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
- Identitas
Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
- Komitmen
Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
- Stabilitas
Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.
Budaya organisasi sebagai istilah deskriptif
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.
Penelitian mengenai budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana karyawan memandang organisasi mereka:
Apakah mendorong kerja tim?
Apakah menghargai inovasi?
Apakah menekan inisiatif?
Sebaliknya, kepuasan kerja berusaha mengukur respons afektif terhadap lingkungan kerja, seperti bagaimana karyawan merasakan ekspektasi organisasi, praktik-praktik imbalan, dan sebagainya.
Asal muasal budaya organisasi
Ingvar Kamprad, pendiri IKEA. Sumber dari budaya organisasi yang tumbuh di IKEA adalah pendirinya.
Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu. Hal ini mengarah pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para pendirinya.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, pendiri hanya merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan, dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai, dan asumsi pendiri tersebut. Apabila organisasi mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam budaya organisasi.
Karakteristik budaya organisasi
Penelitian menunjukkan bahwa ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi.
Inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko.
Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu.
Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Nilai dominan dan subbudaya organisasi
Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama. Karena itu, harapan yang dibangun dari sini adalah bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama dalam organisasi akan memahami budaya organisasi dengan pengertian yang serupa.
Sebagian besar organisasi memiliki budaya dominan dan banyak subbudaya. Sebuah budaya dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki bersama oleh mayoritas anggota organisasi. Ketika berbicara tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut merujuk pada budaya dominannya, jadi inilah pandangan makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian tersendiri dalam organisasi. Subbudaya cenderung berkembang di dalam organisasi besar untuk merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang sama yang dihadapi para anggota. Subbudaya mencakup nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah nilai-nilai tambahan yang unik.
Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan dan hanya tersusun atas banyak subbudaya, nilai budaya organisasi sebagai sebuah variabel independen akan berkurang secara signifikan karena tidak akan ada keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan perilaku semestinya dan perilaku yang tidak semestinya. Aspek makna bersama dari budaya inilah yang menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun dan membentuk perilaku. Itulah yang memungkinkan seseorang untuk mengatakan, misalnya, bahwa budaya Microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan risiko dan selanjutnya menggunakan informasi tersebut untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan karyawan Microsoft. Tetapi, kenyataan yang tidak dapat diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki berbagai subbudaya yang bisa memengaruhi perilaku anggotanya.
Pengaruh budaya
Fungsi-fungsi budaya
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi.
- Batas
Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
- Identitas
Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
- Komitmen
Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
- Stabilitas
Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.
Tipe – Tipe Prilaku Kepemimpinan
Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
> Tipe- Tipe Kepemimpinan
Ada enam tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya secara luas.
1) Tipe pemimpin Otokratis
Yaitu seorang pemimpin yang otokratis adalah seorang pemimpin yang:
• Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
• Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
• Menganggap bawahan sebagai alat semata- mata
• Tidak mau menerima kritik, saran, dan pendapat
• Terlalu bergantung kepada kekuasaan formalnya
• Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum)
2) Tipe Militeristis
Yaitu seorang pemimpin yang bertipe militeristis adalah seorang pemimpin yang memiliki sifat- sifat:
• Sering mempergunakan sistem perintah dalam menggerakkan bawahannya
• Senang bergantung pada pangkat dan jabatan dalam menggerakkan bawahannya
• Senang kepada formalitas yang berlebih- lebihan
• Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
• Sukar menerima kritikkan dari bawahan
• Menggemari upacara- upacara untuk berbagai acara dan keadaan
3) Tipe Paternalistis
Yaitu seorang pemimpin yang:
• Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa
• Bersikap terlalu melindungi
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan dan inisiatif
• Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
• Sering bersikap maha tahu
4) Tipe Kharismatis
Hingga kini para pakar belum berhasil menemukan sebab- sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui adalah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seorang menjadi pemimpin yang kharismatis, maka sering dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers).
5) Tipe Laissez Faire
Yaitu seorang yang bersifat:
• Dalam memimpin organisasi biasanya mempunyai sikap yang permisif, dalam arti bahwa para anggota organisasi boleh saja bertindak sesuai dengan keyakinan dan hati nurani, asal kepentingan bersama tetap terjaga dan tujuan organisai tetap tercapai.
• Organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang- orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran yang dicapai, dan tugas yang harus dilaksanakan oleh masing- masing anggota.
• Seorang pemimpin yang tidak terlalu sering melakukan intervensi dalam kehidupan organisasional.
• Seorang pemimpin yang memiliki peranan pasif dan membiarkan organisasi berjalan dengan sendirinya
6) Tipe Demokratis
Yaitu tipe yang bersifat:
• Dalam proses penggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia adalah makhluk termulia di dunia
• Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya
• Senang menerima saran, pendapat bahkan kritik dari bawahannya
• Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari padanya.
• Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha mencapai tujuan
• Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
• Para bawahannya dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan.
> TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN
1. Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya. Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah:
– pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan;
– sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif;
– kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
2. Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a. konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
b. berorientasi kepada bawahan dan produksi
perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja.
Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)
3. Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:
a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.
b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan” :
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan.
Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila:
* Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik;
* Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi;
* Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah
* Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
d. Model ” Jalan- Tujuan “
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” :
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya.
Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
Perencanaan
Strategi Organisasi
Robbins dan Coulter
(2002) dalam Erni dan kurniawan (2005) mendefinisikan perencanaan adalah
sebagai sebuah proses yang dimulai dari penetapan tujuan organisasi, menentukan
strategi untuk pencapaian tujuan organisasi tersebut secara menyeluruh, serta
merumuskan system perencanaan yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan
mengoordinasikan seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya tujuan
organisasi. Sedangkan strategis adalah rencana komprehensif untuk mencapai
tujuan organisasi. Tidak hanya sekedar mencapai akan tetapi dimaksudkan untuk
mempertahankan keberlangsungan organisasi.
Dari pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa perencanaan strategis adalah suatu rencana jangka
panjang yang bersifat menyeluruh,
memberikan rumusan ke
mana perusahaan akan
diarahkan, dan bagaimana
sumberdaya dialokasikan untuk mencapai tujuan selama jangka waktu tertentu dalam
berbagai kemungkinan keadaan lingkungan.
Perencanaan Strategic
(Strategic Plans) juga merupakan suatu proses pemilihan tujuan-tujuan organisasi,
penentuan strategi, kebijaksanaan, program-program strategi yang diperlukan
untuk tujuan-tujuan tersebut. Ada 2 ( dua ) alasan yang menunjukkan pentingnya
Perencanaan Strategis:
1. Perencanaan
strategic memberikan kerangka dasar dalam
mana semua bentuk-bentuk perencanaan lainnya yang harus di ambil.
2. Pemahaman terhadap
perencanaan strategic akan
mempermudah pemahaman
bentuk-bentuk perencaaan lainnya.
Dengan adanya
perencanaan strategis ini maka konsepsi perusahaan menjadi jelas sehingga akan
memudahkan dalam memformulasikan sasaran serta rencana-rencana lain dan dapat
mengarahkan sumber-sumber organisasi secara efektif. Sehingga dapat dikatakan
bahwa perencanaan strategi
dapat menentukan keberhasilan organisasi atau perusahaan, hal
ini disebabkan karena:
1. Perencanaan
strategi merupakan tipe perencanaan yang terpenting.
2. Melakukan
perencanaan strategi berarti menetapkan misi organisasi secara jelas.
3. Perencanaan strategi
memungkinkan manajer mempersiapkan
diri terhadap kemungkinan
terjadinya perubahan pada lingkungan organisasinya
B.
Asas-Asas Perencanaan beserta Keuntungan Perencanaan dan Kerugiannya dalam
Organisasi
1.
Asas-asas perencanaan dalam suatu organisasi
Asas-asas perencanaan dalam suatu organisasi merupakan pola nilai-nilai
yang perlu dianut oleh tata laku anggota organisasi. Nilai-nilai dari sebuah
organisasi merupakan prinsip-prinsip yang menjadi dasar operasi dan pencarian
organisasi tersebut dalam mencapai visi dan misinya. Nilai-nilai tersebut
mengekspresikan kepercayaan dan ciat-cita institusi.
Statemen-statemen yang terdapat pada nilai-nilai perencanaan harus bisa
dikomunikasikan ke seluruh bagian institusi. Nilai-nilai tersebut yang
mengemudikan organisasi dan memberikan arah. Nilai-nilai tersebut disesuaiakn
dengan lingkungan di mana institusi tersebut beroperasi. Nilai-nilai tersebut
harus meanancapkan hubungan yang baik dengan para pelanggan maupun para staf.
Setiap institusi menentukan nilai-nilai yang sesuai dengannya. Beberapa
hal yang tercantum dalam nilai-nilai sebuah organisasi, antara lain yaitu:
a. Kita mengutamakan para pelajar kita
b. Kita bekerja dengan standar integritas profesional tertinggi
c. Kita bekerja sebagai tim
d. Kita memiliki komitmen terhadap peningkatan yang kontinu
e. Kita memberi kesempatan yang sama pada semua
2. Keuntungan perencanaan dalam suatu organisasi
Apabila perencanaan dilaksanakan dengan benar dan didukung oleh komitmen
pemimpin, maka perencanaan dapat memberi manfaat bagi organisasi. Di bawah ini
beberapa manfaat dari suatu perencanaan dalam orgaisasi, yaitu:
a). Perencanaan strategik dapat memperkuat “critical mass” menjadi tim
yang kompak, karena diarahkan untuk menganut nilai-nilai pokok, sistem utama,
dan tujuan bersama.
Critical mass merupakan kelompok tenaga
inti suatu organisasi yang memiliki motivasi, “aptidute” dan pengetahuan
mendasar (profound knowledge) untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas
organisasi.
b). Perencanaan strategik dapat membantu untuk mengoptimisasikan “performance”
organisasi. “performance” organisasi meningkat apabila seluruh fungsi
atau bagian organisasi bekerjasama secara serasi.
c). Perencanaan strategik dapat membantu pimpinan untuk selalu memusatkan
perhatian dan menganut kerangka bagi perbaikan secara kontinu.
d). Perencanaan strategik memberikan pedoman bagi pengambilan keputusan
sehari-hari.
e). Perencanaan strategik selalu memberi kemudahan dalam mengukur kemajuan
organisasi, yaitu dalam usaha mencapai tujuannya untuk memperbaiki kualitas dan
produktivitas.
3. Kerugian perencanaan dalam suatu organisasi
Beberapa hal berikut ini adalah persoalan-persoalan yang sering timbul
dalam kaitannya dengan proses perencanaan antara lain yaitu:
a. Tidak ada visison yang baik
b. Pandangan miopi (jangka pendek)
c. Sulit untuk mengukur sukses
d. Tidak ada niat untuk
mengukur
e. Persoalan bahasa
f. Rencana di berkas
g. Terkotak-kotak (tidak saling berhubungan)
h. Rencana jangka panjang tidak
diumumkan
i. Rencana jangka panjang tidak
berkait dengan pekerjaan sehari-hari (pekerjaan sehari-hari karyawan tidak
diintegrasikan demi tujuan organisasi)
j. Tidak dapat menangani keadaan darurat
C.
Sifat-sifat Strategis
Berdasar bahan-bahan
dari literatur, dikaji sifat-sifat perencanaan strategis perusahaan dan
kemungkinannya untuk diterapkan dalam perencanaan publik. Secara singkat,
kajian ini menghasilkan temuan bahwa perencanaan strategis perusahaan mempunyai
sifat-sifat:
1. Berorientasi lebih menuju ke tindakan, hasil, dan
implementasi;
2. Mempromosikan
partisipasi yang lebih luas dan beragam dalam proses perencanaannya;
3. Lebih
menekankan pada pemahaman masyarakat terhadap konteks lingkungannya,
mengidentifikasi peluang dan ancaman terhadap masyarakat melalui kajian
lingkungan;
4. Mengandung
perilaku kompetitif (bersaing) di pihak masyarakat;
5. Menekankan
kajian kekuatan dan kelemahan masyarakat dalam konteks peluang dan ancaman
Dari beberapa
sifat-sifat rencana strategis tersebut perencanaan strategis berkaitan dengan
perumusan arah pengembangan organisasi ke masa depan, untuk mencapai
sasaran-sasaran jangka panjang dan jangka pendek.
D.
Proses Perencanaan Strategis
Proses perencanaan
strategis atau manajemen strategis merupakan proses pengarahan usaha
perencanaan strategis dan menjamin strategi tersebut dilaksanakan dengan baik
sehingga menjamin kesuksesan organisasi dalam jangka panjang. Secara umum
proses perencanaan strategis memuat unsur-unsur:
1. Formulasi Misi dan Tujuan
Pertanyaan mendasar
dalam formulasi misi dan tujuan adalah “Apa usaha kita?” dan “Apa usaha kita yang
seharusnya?”.
· Misi
Sebuah
misi perusahaan adalah
alasan keberadaan. Misi
sering diungkapkan dalam pernyataan misi, yang menyampaikan rasa tujuan
proyek kepada karyawan dan citra perusahaan kepada pelanggan. Dalam perumusan
proses strategi, pernyataan misi merupakan suasana hati perusahaan kemana harus
pergi.
· Tujuan
Tujuan
adalah tujuan konkret
organisasi berusaha untuk mencapainya, misalnya, sebuah target
pertumbuhan pendapatan.
2. Pengkajian
lingkungan
Pengkajian lingkungan melibatkan analisis
SWOT-penilaian internal terhadap kekuatan dan kelemahan perusahaan dan
penilaian eksternal terhadap peluang dan ancaman yang di hadapi.
a. Penilaian internal.
Ini melibatkan analisis terhadap kekuatan (keahlian,
sumber daya dan pencapaian) dan kelemahan organisasi, memutuskan bagaimana
kekuatan dapat di eksploitasi dan kelemahan dapat diatasi dan menilai pengaruh
tindakan yang di usulkan terhadap profitabilitas. Analisis tersebut mencakup:
· Keuangan
· SDM
· Pemasaran
· Operasional
· Manajemen
b. Penilaian eksternal.
Ini melibatkan analisis
lingkungan di tempat organisasi beroperasi: perekonomian, persaingan, kebijakan
pemerintah dan trend pasar. Sasarannya adalah mengidentifikasi faktor-faktor
kunci bagi keberhasilan dalam pasar saat ini dan peluang untuk secara
menguntungkan memasuki pasar-pasar baru atau memperkenalkan produk-produk baru.
Sebuah analisis eksternal terhadap peluang dan ancaman harus meliputi:
· Faktor-faktor
ekonomi: nilai tukar, suku bunga, laju pertumbuhan.
· Trend pasar:
perilaku konsumen
· Perubahan
teknologi
· Faktor-faktor
input: biaya, ketersediaan energi dan bahan baru.
3. Tujuan Jangka
Panjang
Tujuan jangka panjang
mempunyai dua makna:
a. Mendorong manajer
untuk segera melakukan aktivitas sekarang yang perlu dalam rangka mencapai
target 5 tahun ke depan.
b. Membantu manajer untuk
menimbang dampak dari tindakan sekarang pada kinerja perusahaan dalam jangka
panjang.
4. Penyusunan
Strategi.
Begitu gambaran yang
jelas tentang perusahaan dan lingkungannya
yang ada, selanjutnya menyusun
strategi. Langkah konkret menyusun strategi yaitu sebagai berikut:
· Menetapkan
jenis bisnis dan harapan perusahaan.
· Menterjemahkan
visi dan misi ke dalam suatu tujuan strategis yang terukur.
· Menyusun
strategi yang tepat untuk mencapai tujuan dan target.
· Melakukan
berbagai keputusan taktis dengan efektif dan efisien atas strategi terpilih.
· Melakukan
evaluasi terhadap kinerja, penyesuaian terhadap arah, tujuan, strategi dan
pelaksanaannya sesuai dengan situasi terbaru.
Contoh: Perusahaan
memproduksi sirup jeruk yang melibatkan input
sebagai pendukung kegiatan produksi.
5. Perumusan
isu-isu strategis
Isu-isu strategis
adalah isu-isu yang
berkaitan dengan keterkaitan
antara
organisasi yang dikaji
dengan lingkungannya (internal maupun eksternal) yang
isu-isu tersebut
banyak mempengaruhi organisasi tersebut. Maka semua isu
strategis adalah
penting, tapi tidak semua isu penting adalah strategis. Contoh:
a. Isu strategis:
Bagaimana cara menangani limbah produksi agar lingkungan
tetap lestari?
1.
Masalah:
· Volume limbah yang
terlalu besar
· Tidak tersedia lagi
tempat pembuangan
· Biaya pembuangan yang
meningkat dengan cepat
2.
Konsekuensi:
· Jika
perusahaan gagal dalam menangani akan mengakibatkan pencemaran lingkungan.
· Masyarakat
sekitar akan unjuk rasa menuntut masalah ini.
· Jika dampak
ini berkelanjutan maka masyarakat mendukung atas penutupan perusahaan, sehingga
perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan ekonomi.
6. Pelaksanaan Strategi
Perencanaan strategi harus dijalankan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Contoh:
Sasaran kebijakan
menangani lingkungan:
· Limbah sebelum
di buang di netralisirkan terlebih dahulu.
· Limbah di
recycle menjadi benda yang bermanfaat dan bernilai jual.
· Dinas
Perencanaan dan Pembangunan merekomendasikan tempat pembiangan sampah yang
baru.
7. Evaluasi dan
Pengendalian Strategis
Manajer harus selalu mengevaluasi pelaksanaan rencana
strategis. Pengendalian strategis merupakan pengendalian terhadap pelaksanaan
rencana strategis. Setelah
diimplementasikan, hasil dari
strategi perlu diukur
dan dievaluasi, dengan perubahan yang dibuat seperti yang diperlukan
untuk tetap pada jalur rencana. Sistem kontrol harus dikembangkan dan
dilaksanakan untuk memfasilitasi pemantauan
ini. Standar kinerja
yang ditetapkan, performa yang
sebenarnya diukur, dan tindakan yang tepat diambil untuk memastikan
keberhasilan.
Komentar
Posting Komentar